Seorang pemuda mendatangi gurunya dan berkata: “Wahai Guruku, jelaskanlah tentang arti sebuah pilihan!”
Sang guru yang bijak itu menjawab: “Masuklah ke dalam hutan. Carilah sekuntum bunga anggrek hutan yang paling indah, unik, dan paling harum, lalu bawalah kemari.
Dan, Ingat!!! ada satu aturan yang harus kau patuhi. Engkau boleh berjalan sejauh-jauhnya, tapi jangan berbalik ke tempat yang telah terlewati. Bunga yang telah kau lewati, tidak boleh kau ambil lagi.
Jelas?”
“Jelas Guru” Si pemuda menjawab tegas, meskipun ia heran dengan permintaan Sang guru.
Mulailah Si pemuda memasuki hutan. Sebenarnya mudah saja ia menemukan anggrek hutan, tapi ia ragu, apakah ia bisa mendapatkan anggrek hutan seperti yang disyaratkan gurunya. Indah, unik, dan harum.
Belum begitu jauh dari mulut hutan, Si pemuda sudah mendapatkan sederet anggrek liar di bahu jalan hutan itu. Disibakkan semak-semaknya, lalu diamatinya anggrek-anggrek itu dengan seksama. Satu di antara anggrek ini pasti yang paling indah. Begitu ia akan memetik salah satunya, sebuah pikiran logis mengganggu. “Ini kan baru mulut hutan, makin ke dalam tentu anggrek-anggreknya akan semakin indah, apalagi jika aku menemukan di jantung hutan ini, yah… aku harus berjalan lagi” begitu ia bergumam.
Lalu Si pemuda pun melanjutkan perjalanan. Ternyata benar, makin jauh ke dalam hutan, makin banyak ia menemukan deretan bunga anggrek hutan yang sedang mekar, “mungkin sedang musim anggrek” lirihnya. Si pemuda sangat senang, dilihatnya satu-persatu bunga-bunga anggrek itu sambil diciumi aromanya, harumkah ia? Bukankah anggrek sangat sulit mengeluarkan bau harum? Tapi ia harus tetap mencari yang harum. Cerah sekali raut wajah Si pemuda karena senang, ia terus saja berjalan, sesekali singgah mengamati anggrek yang ditemuinya, “Semua indah” katanya bingung.
Telah jauh Si pemuda meninggalkan deretang anggrek-anggrek itu. Matanya mulai nanar, ia tak menemukan anggrek lagi di jalan-jalan yang dilaluinya kemudian, ia mulai takut, tak ada lagi deretan bunga anggrek di depannya. Ia sangat sedih, ia merasa tidak berhasil menjalankan tugas ‘sepele’ itu dari gurunya. Ia menyesal, mengapa tak memilih salah satu anggrek yang dilihat tadi, padahal di depan sana ia belum tahu, apakah masih ada bunga anggrek atau tak ada lagi yang tersisa.
Langkah gontainya menabrak serumpun anggrek hutan. “Alhamdulillah…” ikhlas ia mengucap syukur. Di depan ternyata masih banyak deretan anggrek. Kali ini ia tak mau melewatkannya lagi. “Aku harus mengambil sekarang, aku takut di depan tak ada anggrek lagi” mantap ia memutuskan. Maka ia memilih satu anggrek yang menurutnya paling indah, unik, dan paling harum. “Semoga aku tidak salah” ragu-ragu ia mengucap do’a, karena di tempat yang tadi ia lalui, ada bunga anggrek yang ‘sepertinya’ lebih indah. “Ah.. mungkin itu pikiranku saja” katanya menghibur hati.
Kini anggrek itu sudah berada di genggamannya, diamati lekat-lekat, lalu ia kembali meneruskan perjalanan. Hutan itu cukup luas, tentu di depan masih banyak bunga anggrek hutan yang lain. Kali ini ia hanya bisa melihat dan tak mau mendekat. Ia tak ingin mengacaukan pikirannya sendiri. Mendekati bunga-bunga itu adalah jalan untuk membandingkan bunga-bunga itu dengan yang ia pegang sekarang. Keteguhannya pada perintah Sang guru, membuat ia tak berniat untuk berkhianat, pada aturan yang telah disepakati sejak awal. Terlebih ia ingin mengerti dengan benar, tentang arti sebuah pilihan. Ia pun bergegas keluar dari hutan dan segera menemui Sang guru.
Kini, bunga anggrek itu sudah di tangan Sang guru. Sang guru tersenyum, lalu berkata: “Mengapa kamu ambil bunga yang ini, padahal masih banyak bunga anggrek yang lebih indah daripada yang kamu ambil ini.
Tapi baiklah, inilah pilihanmu dan aku menghargainya. Kau telah melewati tantangan itu. Sekarang pikirkanlah, apakah arti pilihan itu menurutmu?”
Si pemuda terlihat mengangguk-anggukkan kepala “Iya Guru, sekarang saya paham maksud Guru, Terima kasih, telah mengajarkanku arti sebuah pilihan, hingga aku akan menghargainya, seperti aku menghargai bunga anggrek ini, yang telah aku cari dan kudapatkan bersama berlalunya waktuku.”
sumber : http://blog.selayaronline.com